
Roberto Durán: Sang “Hands of Stone” dari Panama – Dalam sejarah dunia tinju, ada nama-nama besar yang diingat karena gaya bertarungnya, ada pula yang diingat karena kepribadiannya di dalam dan di luar ring. Namun, hanya segelintir petinju yang memiliki keduanya sekaligus — dan Roberto Durán adalah salah satunya. Dijuluki “Manos de Piedra” atau “Hands of Stone”, Durán dikenal sebagai salah satu petinju paling menakutkan dalam sejarah karena kekuatan pukulannya yang luar biasa dan determinasi yang tak pernah padam. Dari jalanan keras Panama hingga menjadi legenda dunia, perjalanan hidup Durán adalah kisah tentang keberanian, kerja keras, dan ambisi tanpa batas.
Awal Kehidupan dan Perjalanan Menuju Ring Tinju
Roberto Durán lahir pada 16 Juni 1951 di Guararé, Panama, dalam keluarga miskin. Sejak kecil, hidupnya penuh tantangan. Ia tumbuh di lingkungan keras Panama City, di mana bertahan hidup sering kali berarti harus berkelahi di jalanan. Namun, justru dari situ semangat petarungnya terbentuk.
Durán mulai berlatih tinju di usia muda. Bakat alaminya segera terlihat — refleks cepat, insting bertahan luar biasa, dan terutama kekuatan pukulan yang mematikan. Pelatihnya kala itu, Ray Arcel, melihat potensi besar dalam diri bocah Panama itu dan mengasahnya menjadi petinju sejati.
Pada usia 16 tahun, Durán memulai karier profesionalnya. Hanya dalam beberapa tahun, ia sudah menjadi sensasi di Amerika Latin berkat gaya bertarung agresif dan keberaniannya menghadapi siapa pun, kapan pun.
Kejayaan di Kelas Ringan dan Julukan “Hands of Stone”
Era kejayaan Roberto Durán dimulai pada tahun 1970-an, ketika ia mulai mendominasi kelas ringan (lightweight). Pada tahun 1972, ia merebut gelar juara dunia WBA setelah mengalahkan Ken Buchanan di Madison Square Garden — sebuah kemenangan yang menandai lahirnya legenda baru.
Kemenangan itu tak hanya menobatkannya sebagai juara dunia, tetapi juga memperlihatkan karakter sejatinya: petinju dengan pukulan sekeras batu, ketahanan luar biasa, dan tekad pantang menyerah. Dari sanalah julukan “Hands of Stone” lahir — sebuah nama yang akan melekat selamanya pada dirinya.
Durán mempertahankan gelarnya selama hampir tujuh tahun, dengan catatan impresif: puluhan kemenangan beruntun dan hanya sedikit lawan yang mampu bertahan dari gempurannya hingga akhir ronde. Ia dikenal bukan hanya karena kekuatan, tetapi juga karena kemampuan teknisnya yang tinggi. Banyak analis menyebut Durán sebagai petinju teknis terbaik sepanjang masa di jarak dekat.
Pertarungan Legendaris Melawan Sugar Ray Leonard
Salah satu momen paling ikonik dalam karier Roberto Durán adalah pertarungannya melawan Sugar Ray Leonard pada tahun 1980. Duel ini dikenal sebagai “The Brawl in Montreal”, dan hingga kini dianggap sebagai salah satu laga tinju terbaik sepanjang sejarah.
Dalam pertarungan tersebut, Durán berhasil menaklukkan Leonard melalui keputusan angka setelah 15 ronde yang intens. Ia menampilkan gaya bertarung agresif dan cerdas, menekan Leonard dari awal hingga akhir. Kemenangan ini mengokohkan posisinya sebagai salah satu petinju terbaik di dunia, bahkan membuatnya menjadi pahlawan nasional di Panama.
Namun, hanya beberapa bulan kemudian, dalam pertandingan ulang yang dijuluki “No Más Fight”, Durán mengejutkan dunia dengan menyerah di ronde kedelapan. Ketika ditanya alasannya, ia hanya berkata dua kata legendaris: “No más” — yang berarti “tidak lagi.”
Kejadian itu menjadi noda dalam kariernya, tetapi seiring waktu, publik memahami bahwa Durán mengalami kelelahan fisik dan mental, bukan menyerah karena takut. Ia kemudian bangkit dan membuktikan bahwa semangatnya tak pernah padam.
Kebangkitan dan Gelar di Empat Kelas Berat
Setelah peristiwa “No Más”, banyak yang mengira karier Durán sudah berakhir. Namun, sang petinju keras kepala ini kembali menunjukkan kehebatannya. Ia naik ke kelas welter dan kemudian ke kelas menengah ringan (light middleweight), terus menantang lawan-lawan muda dan kuat.
Pada tahun 1983, Durán membuat kejutan besar dengan mengalahkan Davey Moore untuk merebut gelar juara dunia WBA di kelas menengah ringan. Kemenangan itu membungkam para pengkritiknya dan membuktikan bahwa ia masih memiliki tenaga “batu” di kedua tangannya.
Tak berhenti di situ, Durán terus berkompetisi hingga usia 40-an dan berhasil meraih gelar juara dunia di empat kelas berbeda — dari lightweight hingga middleweight. Prestasi ini menempatkannya dalam jajaran elit bersama nama-nama besar seperti Sugar Ray Leonard, Thomas Hearns, dan Marvin Hagler.
Gaya Bertarung yang Agresif dan Penuh Emosi
Durán dikenal sebagai petinju dengan gaya agresif tanpa kompromi. Ia sering maju tanpa takut terkena pukulan demi bisa melancarkan serangan balik yang mematikan. Dalam ring, ia seperti singa lapar — berani, penuh strategi, namun tetap efisien dalam setiap gerakannya.
Kekuatan terbesar Durán bukan hanya pada pukulannya, tapi juga mentalitasnya yang tak kenal takut. Ia tidak pernah menghindari pertarungan, bahkan menghadapi lawan-lawan jauh lebih muda darinya.
Di luar ring, Durán dikenal sebagai sosok yang keras, emosional, dan kadang sulit dikendalikan. Namun, justru kepribadian itulah yang membuatnya disegani. Ia bukan sekadar petinju — ia adalah simbol dari semangat rakyat Panama: kuat, gigih, dan tidak pernah menyerah.
Warisan dan Pengaruh dalam Dunia Tinju
Roberto Durán dianggap sebagai salah satu petinju terbaik sepanjang masa, dan banyak legenda tinju modern mengaku terinspirasi olehnya. Nama-nama seperti Manny Pacquiao dan Canelo Álvarez bahkan menyebut Durán sebagai contoh ideal petinju sejati — teknis, keras, dan karismatik.
Dengan catatan profesional 103 kemenangan dari 119 pertarungan, Durán menjadi simbol dari era keemasan tinju dunia. Ia pensiun secara resmi pada tahun 2001 setelah kecelakaan mobil yang hampir merenggut nyawanya. Meski begitu, semangatnya sebagai pejuang tak pernah padam.
Durán kemudian aktif dalam kegiatan sosial di Panama, membantu anak-anak muda menemukan arah hidup melalui olahraga tinju. Ia juga menjadi tokoh nasional yang dihormati dan diabadikan dalam berbagai film dan dokumenter, termasuk Hands of Stone (2016), yang dibintangi oleh Edgar Ramírez dan Robert De Niro.
Kesimpulan
Roberto Durán bukan hanya legenda tinju, tetapi juga simbol ketangguhan dan kebanggaan bangsa Panama. Dari jalanan miskin hingga panggung dunia, ia membuktikan bahwa tekad dan keberanian dapat mengalahkan keterbatasan.
Julukan “Hands of Stone” bukan sekadar gambaran pukulannya yang keras, melainkan juga metafora atas hatinya yang kuat dan tak tergoyahkan. Ia jatuh, bangkit, dan berjuang kembali — berulang kali — hingga dunia mengakui bahwa dirinya adalah salah satu petinju terbesar yang pernah hidup.
Dalam setiap kenangan tentang ring, darah, dan sorakan penonton, nama Roberto Durán akan selalu bergema sebagai petarung sejati yang berjuang bukan hanya untuk menang, tetapi untuk membuktikan arti dari semangat tanpa batas.